BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Budaya sering diistilahkan dengan kesenia, padahal arti sebenarnya jauh
melampaui hal itu. Mungkin karena ketika
kita berbicara tentang budaya, yang muncul dalam pikiran kita adalah pergaulan
yang indah yang identik dengan kesenian. Manusia mengungkapkan diri melalui
bahasa yang kadang juga tidak menjelaskan secara langsung apa keinginan dan
ketidakinginan atau kekecewaannya, tetapi dilambangkan dengan simbol – simbol
seperti kata – kata, gerak, warna, bentuk dan lain sebagainya. Lalu apa sebenarnya definisi dari budaya itu
dan unsur – unsur serta wujud dari
budaya itu akan di ulas dalam penulisan ini.
B. Rumusan Masalah
Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka penulis
mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Pengertian budaya dan kebudayaan
2. Unsur – unsur kebudayaan
3. Contoh kebudayaan di masyarakat
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Budaya dan Kebudayaan
Menurut Prof. Dr. MM
Djojodigoeno budaya adalah daya budi berupa cipta (pikiran), rasa
(perasaan), dan karsa (kemauan), sedangkan kebudayaan adalah segala sesuatu
yang dihasilkan oleh cipta, rasa dan karsa. (Kebudayaan wawasan kebudayaan dan
perkembangannya : 1983:6).
Selo Soemardjan dan
Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua
hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Semua karya, rasa, dan cipta, dikuasai oleh karsa dari orang – orang
yang menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau
dengan seluruh masyarakat (Nurani : 429).
B.
Unsur – unsur kebudayaan
Dalam buku Pengantar Sosiologi (Nurani : 447-449) unsur – unsur
kebudayaan dari beberapa pendapat para ahli dapat diringkas sebagai berikut :
1. Sistem religi
·
Sistem
kepercayaan
·
Sistem nilai
dan pandangan hidup
·
Komunikasi
kegamaan
2. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial
·
Kekerabatan
·
Asosiasi dan
perkumpulan
·
Sistem
kenegaraan
·
Sisitem
kesatuan hidup
·
Perkumpulan
3. Sistem pengathuan, meliputi pengetahuan tentang :
·
Flora dan
fauna
·
Waktu, ruang
dan bilangan
·
Tubuh
manusiadan perilaku antar-sesama manusia
4. Bahasa, yaitu alat untuk berkomunikasi berbentuk :
·
Lisan
·
Tulisan
5. Kesenian
·
Seni patung /
pahat
·
Relief
·
Lukis dan
gambar
·
Rias
·
Vokal
·
Musik
·
Bangunan
·
Kesusastraan
·
Drama
6. Sistem mata pencarian hidup atau sisitem ekonomi
·
Berburu dan
mengumpulkan makanan
·
Bercocok
tanam
·
Peternakan
·
Perikanan
·
Perdagangan
7. Sistem eralatan atau teknologi
·
Produksi,
distribusi, dan transportasi
·
Peralatan
komunikasi
·
Peralatan
konsumsi dalam bentuk wadah
·
Pakaian dan
perhiasaan
·
Tempat
berlindung dan perumahan
·
Senjata
C.
Contoh kebudayaan di Masyarakat
Kebudyaan yang penulis contohkan adalah kebudayaan yang ada di
magelang, karena penulis lahir dan lama tinggal di magelang. Berikut adalah urainnya.
PROSESI BUDAYA “GREBEG GETHUK”
KOTA MAGELANG

Prosesi budaya “Grebeg Gethuk”
adalah sebuah tradisi warga Magelang yang unik dan tidak ada di daerah lain. Merupakan prosesi untuk merayakan hari jadi
kota Magelang yang dilaksanakan setiap tanggal 11 April setiap tahunnya. Selain
itu, merupakan upaya Pemerintah Kota Magelang, Jawa Tengah, untuk menciptakan
kota yang berkesan bagi masyarakat setempat dan warga dari luar daerah. Tradisi yang menyedot perhatian ribuan warga
ini menghadirkan gethuk, yaitu makanan berbahan singkong yang merupakan khas
Kota Magelang.
Prosesi Grebeg Gethuk Magelang dipusatkan di alun-alun Kota Magelang sebagai central kegiatan. Dalam prosesi terdapat 2 gunungan Gethuk , 1 gunungan berbentuk lancip sebagai perlambangan dari jaler (pria) dan 1 gunungan lagi berbentuk bulat sebagai simbol setri (wanita).Selain 2 buah gunungan gethuk raksasa tersebut ada 17 gunungan lain yang dibuat oleh partisipan grebeg gethuk Magelang yang terdiri dari palawija dan sayur mayur pun tidak lepas jadi bahan rebutan warga. Sebanyak 17 gunungan palawija itu merupakan hasil karya dari 17 kelurahan yang ada di Kota Magelang. Sebelum digrebeg, mereka mengarak gunungan itu di hadapan masyarakat dan wali kota yang kemudian dinilai oleh dewan juri.
Rombongan Wali Kota mengenakan pakaian adat jawa lengkap, kemudian duduk di panggung kehormatan.
Selanjutnya, Tari Rampak Buto, Pandhita, dan 9 penari sesaji menjadi
sajian awal prosesi sakral tersebut. Tarian yang melibatkan 100 orang itu
bercerita tentang peperangan antara para Pandhita yang berhasil menaklukan buto-buto yang
berniat jahat. Prosesi dilanjutkan dengan upacara Jawa, dimana seluruh peserta
upacara mengenakan pakaian adat Jawa, termasuk aba-aba dan sambutan inspektur
upacara pun menggunakan bahasa Jawa.
Pada kesempatan itu pula, masyarakat disuguhi tarian tradisional kolosal bernama "Ngrembakane Budoyo". Tarian yang dipentaskan oleh lebih dari 100 orang tersebut merupakan kolaborasi dari empat jenis tarian yakni tari Kunthulan, Jaranan, Gendewo dan tarian rakyat. Seusai prosesir grebeg, kegiatan dilanjutkan dengan kirab atau karnaval di seputaran Alun-alun Kota Magelang dan jalan-jalan protokol setempat.
“Prosesi grebeg Gethuk merupakan visualisasi sejarah Kota Magelang. Dibuat dengan berbagai pertunjukan seni tradisional karena ingin nguru-uri (melestarikan) kebudayaan jawa, termasuk makanan Gethuk sebagai makanan khas Kota Magelang. Oleh sebab itu, pihaknya berharap dengan adanya kegiatan ini akan menjadi promosi efektif bahwa Kota Magelang telah siap menjadi kota yang berkesan, tidak hanya bagi masyarakat setempat, tetapi juga untuk luar kota, baik dari segi ekonomi, budaya maupun pariwisatanya.
Pada kesempatan itu pula, masyarakat disuguhi tarian tradisional kolosal bernama "Ngrembakane Budoyo". Tarian yang dipentaskan oleh lebih dari 100 orang tersebut merupakan kolaborasi dari empat jenis tarian yakni tari Kunthulan, Jaranan, Gendewo dan tarian rakyat. Seusai prosesir grebeg, kegiatan dilanjutkan dengan kirab atau karnaval di seputaran Alun-alun Kota Magelang dan jalan-jalan protokol setempat.
“Prosesi grebeg Gethuk merupakan visualisasi sejarah Kota Magelang. Dibuat dengan berbagai pertunjukan seni tradisional karena ingin nguru-uri (melestarikan) kebudayaan jawa, termasuk makanan Gethuk sebagai makanan khas Kota Magelang. Oleh sebab itu, pihaknya berharap dengan adanya kegiatan ini akan menjadi promosi efektif bahwa Kota Magelang telah siap menjadi kota yang berkesan, tidak hanya bagi masyarakat setempat, tetapi juga untuk luar kota, baik dari segi ekonomi, budaya maupun pariwisatanya.
“BANCAKAN WETON”


Bancakan weton dilakukan tepat
pada hari weton kita. Weton adalah gabungan siklus kalender
matahari dengan sistem penanggalan jawa yang terdiri dari jumlah 5 hari dalam
setiap siklus (Pon, Wage, Kliwon, Legi, Pahing). Dalam tradisi Jawa, seseorang harus dibuatkan
bancakan weton berupa sego gudangan (kluban) minimal sekali selama seumur
hidup. Namun akan lebih baik dilakukan paling tidak setahun sekali. Apabila
seseorang sudah merasakan sering mengalami kesialan, ketidakberuntungan, selalu
mengalami kejadian buruk, biasanya dilakukan bancakan weton selama 7 kali
berturut-turut, artinya sekali bancakan setiap 35 hari, selama 7 bulan
berturut-turut.
Manfaat
dan tujuan bancakan weton adalah untuk “ngopahi sing momong”,
karena masyarakat Jawa percaya dan memahami jika setiap orang ada yang momong (pamomong)
atau “pengasuh dan pembimbing” secara metafisik. Pamomong bertugas
selalu membimbing dan mengarahkan agar seseorang tidak salah langkah, agar
supaya lakune selalu pener, dan pas.
Dalam tradisi Jawa, interaksi sebagai bentuk penghargaan kepada pamomong,
apalagi diopahi dengan cara membuat bancakan weton.
Dengan harapan kemampuan diri kita juga akan lebih optimal jika dibanding
dengan orang yang tidak pernah melaksanakan bancakan weton.
Setiap
anak baru lahir, orang tuanya membuat bancakan weton pertama kali biasanya pada
saat usia bayi menginjak hari ke 35 (selapan hari). Bancakan weton
dapat dilaksanakan tepat pada acara upacara selapanan atau selamatan ulang
weton yang pertama kali. Anak yang sering dibuatkan bancakan
weton secara rutin oleh orangtuanya, biasanya hidupnya lebih
terkendali, lebih berkualitas atau bermutu, lebih hati-hati, tidak liar dan
ceroboh, dan jarang sekali mengalami sial.
Ø BAHAN-BAHAN
1.
Sayuran : kacang panjang, kangkung,
kubis, kecambah/tauge yang panjang, wortel, daun kenikir, bayam. Seluruh
sayuran direbus sampai masak.
2.
Telur ayam. Telur ayam direbus lalu dikupas
kulitnya.
3.
Bumbu urap atau gudangan. Bumbu gudangan terdiri
: kelapa agak muda diparut. Diberi bumbu masak sbb : bawang putih, bawang
merah, ketumbar, daun salam, laos, daun jeruk purut, sereh, gula merah dan
garam secukupnya. Kalau bumbu pedas tinggal menambah cabe secukupnya. Kelapa
parut dan bumbu dicampur lalu dibungkus daun pisang dan dikukus sampai matang.
4.
Polo-poloan. Terdiri dari;
1)
polo gumantung (umbi yang tergantung di pohon
misalnya; pepaya)
2)
Polo kependem (tertaman dalam tanah)
misalnya telo (singkong)
3)
polo rambat atau yang merambat misalnya ubi jalar
4)
Kacang-kacangan bisa diwakili dengan
kacang tanah.
Semuanya direbus kecuali papaya.
Papaya boleh utuh atau separoh/sepotong saja.
5.
Nasi Tumpeng Putih. Beras dimasak (nasi) untuk membuat
tumpeng. Setelah nasi tumpeng selesai dibuat dan di doakan, lalu dimakan
bersama sekeluarga dan para tetangga. Porsi nasi tumpeng boleh dibagi-bagikan
ke para tetangga anda.
6.
Alat-alat kelengkapan :
1)
Daun pisang secukupnya, digunakan sebagai
alas tumpeng
2)
Kalo (saringan santan)
3)
Cobek tanah liat
7.
Bubur 7 rupa : bahan dasar bubur putih atau
gurih (santan dan garam) dan bubur merah atau bubur manis (ditambah gula jawa
dan garam secukupnya). Selanjutnya dibuat menjadi 7 macam kombinasi;
bubur merah, bubur putih, bubur merah silang putih, putih silang merah, bubur
putih tumpang merah, merah tumpang putih, baro-baro (bubur putih ditaruh
sisiran gula merah dan parutan kelapa secukupnya).
1.
Membuat “sate” terdiri dari (urutkan dari
bawah); cabe merah (posisi horizontal), bawang merah, telur rebus utuh dikupas
kulitnya (posisi vertical), dan cabe merah posisi vertical (lihat dalam
gambar). “Sate” ditancapkan di pucuk tumpeng.
2.
Nasi tumpeng dicetak kerucut besar di bawah
runcing di bagian atas. Tumpeng letakkan tepat di tengah-tengah kalo.
3.
Sayur ditata mengelilingi tumpeng
serta bumbu gudangan/urap diletakkan di antaranya.
4.
Telur rebus boleh utuh atau dibelah
menjadi dua, ditata mengelilingi nasi tumpeng
5.
Kalo diletakkan di atas cobek (kalo dialasi
dengan cobek).
6.
Daun pisang dihias sedemikian rupa sesuai
selera sebagai alas meletakkan tumpeng dan sayuran. Daun yang hijau adalah
lambang kesuburan dan pertumbuhan.
Setelah seluruh uborampe bancakan
weton selesai dibuat. Seluruh ubo rampe bancakan diletakkan di dalam kamar yang
sedang dibancaki weton. Selanjutnya dirapal mantra dan doa, oleh seorang
pepunden anda yang masih hidup. Misalnya orang tua, bude, bulik, atau orang
yang di tuakan/hormati. Setelah bancakan dihaturkan, tinggalkan sebentar
sekitar 10-20 menit lalu dihidangkan di ruang makan atau diedarkan ke para
tetangga untuk dimakan bersama-sama.
REFERENSI
1.
Http://KOMPAS.com
2.
Http://sabdalangit.wordpres.com
3.
Kebudayaan (Wawasan Kebudayaan dan
Perkembangannya). Proyek Pengemangan dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijaksanaan
dan Program generasi Muda Secara Terpadu, Jakarta, 1982/1983.
4.
Soyomukti, Nurani. Pengantar
Sosiologi. AR-RUZZ MEDIA. 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar