animasi-bergerak-hewan-binatang-0085

Selasa, 04 Agustus 2015

SEJARAH PERKEMBANGAN DAN MACAM LOGIKA



A.    Sejarah Logika
Awal lahirnya logika tidak dapat dilepaskan dari upaya para ahli pikir Yunani.  Mereka berusaha menganalisis kaidah – kaidah berpikir dan menghindari terjadinya kesalahan dalam membuat kesimpulan.  Ahli pikir yang memelopori perkembangan logika sejak awal lahirnya adalah Aristoteles (384 – 322 SM).  Karya – karya beliau bukan saja di bidang logika, namun juga di pelbagai ilmu, baik ilmu alam maupun ilmu social.  Perkembangan logika setelah masa Aristoteles banyak dilanjutkan oleh para muridnya, diantaranya Theoprastus dan Porphyrius.
Theopratus adalah pemimpin aliran peripatetic (warisan gurunya) yang telah menyumbangkan pemikiran tentang pengertian yang mungkin (yaitu pengertian yang tidak mengandung kontradiksi dalam dirinya) dan sifat asasi dari setiap kesimpulan (harus mengikuti unsure terlemah dalam pangkal pikir).
Adapun Phorphyrius adalah seorang ahli pikir dari Iskandariah yang amat terkenal dalam bidang logika.  Yang telah menambahkan satu bagian baru dalam pelajaran baru dalam logika, yang dinamakan eisagoge.  Dalam pelajaran ini dibahas lingkungan zat dan sifat di dalam alam yang sering disebut klasifikasi.  Pada masa beliau, logika telah berkembang ke pelbagai wilayah, seperti Athena, Antiokia, Iskandariah, dan Roma.
Di samping jasa para muridnya tersebut, perkembangan logika juga mengalami kendala.  Pada tahun 325 M, di mana kaisar Konstantin bertahta, telah berlangsung sidang gereja pertama di dunia, yaitu nicae yang dihadiri para Bishop dan Patriach.  Salah satu keputusan yang diambil adalah membatasi pelajaran logika hanya sampai perihermenias, sedangkan bagian – bagian lain dilarang. Sebagai dampak dari pelarangan ini, muncul inisiatif dari seorang komentator, yaitu Boethius (480-524 M) untuk menerjemahkan buku Logika dari bahasa Yunani (Greek) ke dalam bahasa lain.  Buku yang diterjemahkan terseut adalah termasuk yang dilarang, sebagai konsekuensinya Boethius dijatuhi hukuman mati.  Sejak saat itulah pelajaran logika di barat hampir selama seribu tahun juga mengalami kematian pemikiran. (Surajiyo : 2006)

Sesungguhnya, sejak Thales (624 – 548)), filsuf Yunani pertama, meninggalkan segala dongeng, takhayul dan cerita – cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta, sejak saat itulah ia meletakkan dasar – dasar berpikir logis. Bahkan, ketika Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (prinsip atau asas pertama) alam semesta, ia telah memperkenalkan logika induktif.  Jika benar dugaan Aristoteles yang mengatakan bahwa Thaless telah menarik kesimpulan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu, misalnya air jiwa tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati), darah jiwa hewan dan manusia, sedangkan uap dan es adalah air, maka penalaran induktif yang dilakukan Thales adalah sebagai berikut :
Air adalah jiwa tumbuhan – tumbuhan
Air adalah jiwa hewan
Air adalah jiwa manusia
Air jugalah uap
Aip jugalah es
Jadi air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah alam semesta.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sejak Thales, sang filsuf pertama itu, logika telah mulai dikembangkan.  Semua filsuf sesudah Thales pun telah berperan serta dalam mengembangkan logika kendatipun istilah logika itu sendiri belum dikenal. Filsuf yang pertama kali menjadikan logika sebagai ilmu sebagai ilmu sehingga dapat disebut sebagai logica scientia ialah Aristoteles.  Namun Aristoteles sendiri belum menggunakan istilah logika menjadi nama ilmu tersebut.  (Rapar : 1996)

Inti logika Aristoteles ialah Silogisme.  Dan silogisme itulah yang sesungguhnya merupakan penemuan murni Aristoteles dan yang terbesar dalam logika. Theophrastus (370-288SM), murid Aristoteles yang menjadi pemimpin pemimpin Lyceum, melanjutkan karya – karya Aristoteles, termasuk bidang logika.  Istilah logika pertama kali digunakan oleh Zeno dari Citium (334-262 SM) pelopor kaum Stoa.  Kaum Stoa itulah yang mengembangkan bentuk – bentuk argument disyungtif dan hipotesis.  Puncak kejayaan kaum Stoa ialah ketika Chrysippus (280-207 SM) menjadi pimpinan mereka (pemimpin ketiga dan yang terbesar) sehingga lahirlah satu ungkapan yang mengatakan, “Tanpa Chrysippus, Stoa tidak akan pernah ada”.  Chrysippus mengembangkan logika menjadi bentuk – bentuk penalaran yang sistematis.  Kemudian dua orang dokter medis, Galenus (130-200 M) dan Sextus Empiricus (sekitar 200 M), mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.  Porphyries (232-305), murid dan editor karya – karya tulis Plotinus, membuat suatu pengantar (eisagoge) pada Categoriae Aristoteles.  Eisagoge Porphyrius itu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Boethius (480-524).
Sampai abad kedua belas atau ketiga belas, karya – karya tulis di bidang logika yang masih digunakan ialah Categoriae dan De interpretation Aristoteles serta Eisagoge Porphyrius.  Pada abad ketiga belas sampai abad kelima belas, tampillah logika modern dengan tokoh – tokohnya, antara lain Petrus Hispanus (1210-1278), Roger Bacon (1214-1292), Raymundus Lullus (1232-1315), dan William Ockham (1285-1349).
Kendatipun logika modern telah dikembangkan, logika Aristoteles tetap digunakan dan dikembangkan secara murni.  Logika Aristoteles diteruskan oleh Thomas Hobbes (1588-1679) dan John Locke (1632-1704).  Francis Bacon (1561-1626) mengembangkan logika induktif, sedangkan  Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716), George Boole (1815-1864), John Venn (1834-1923), dan Gottlob Frege (1848-1925) dikenal sebagai para pelopor logika simbolik.  Kemudian filsuf besar Amerika Serikat, Charles Sanders Peirce (1839-1914) yang pernah mengajar logika di John Hopkins University, melengkapi logika simbolik lewat karya tulisnya yang sangat banyak.  Ia menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of sign) dan melahirkan dalil yang disebut dalil Peirce (Peirce’s law). Logika simbolik mencapai puncaknya lewat karya bersama Alfred North Whitehead (1861-1947) dan Bertrand Arthur William Russell (1872-1970) berjudul Principia Mathematica, berjumlah tiga jilid dan ditulis pada tahun 1910-1913, logika simbolik diteruskan oleh Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Rudolf Carnap (1891-1970), Kurt Godel (1906-1978), dan lain – lain. (Rapar : 1996)

Perkembangan logika tradisional menuju logika modern (simbolik) dapat dilihat pada table sebagai berikut ini :

Era
Tahun
Tokoh
Peran
Logika
Tradisional
(624-548 SM)
Thales
Logika sebagai dasar-dasar berpikir logis, logika induktif,
(382-322 SM)
Aristoteles
Logika sebagai ilmu (silogisme),logika deduktif, to Organon
(370-288 SM)
Theophrastus
pemimpin Lyceum, murid Aristoteles yang melanjutkan karya-karya Aristoteles, termasuk bidang logika
(334-262 SM)
Zeno
Pelopor kaum Stoa, penggunaan istilah logika pertama kali, kaum Stoa mengembangkan bentuk-bentuk argument disyungtif dan hipotesis
(280-207 SM)
Chrysippus
Pemimpin Stoa, mengembangkan logika menjadi bentuk-bentuk penalaran yang sistematis
(130-200 M)
(200 SM)
Galenus dan
Sextus Empiricus
Mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri
(232-305 SM)
Porphyrius
Membuat suatu pengantar (eisagoge) pada categoriae Aristoteles
Logika Modern
(1588-1679)
(1632-1704)
Thomas Hobbes
John Locke
Mengembangkan logika Aristoteles dan digunakan secara murni
(1561-1626)
Francis Bacon
Mengembangkan logika induktif
(1646-1716)
(1815-1925)
(1834-1923)
(1848-1925)
Gottfried Wilhelm Leibniz
George Boole
John Venn
Gottlob frege
Pelopor logika simbolik

B.     Pembagian Logika
Dalam buku Dasar – Dasar Logika (Surajiyo : 2006), Logika menurut The Liang Gie (1980) dapat digolongkan menjadi lima macam, yaitu sebagai berikut :
1.      Logika Makna Luas dan Logika Makna Sempit
Menurut John C. Cooley, The Liang Gie membagi logika dalam arti yang luas dan dalam dalam arti sempit.  Dalam arti sempit, istilah dimaksud dipakai searti dengan logika deduktif atau logika formal, sedangkan dalam arti yang lebih luas, pemakaiannya  mencakup kesimpulan dari pelbagai bukti dan bagaimana system – system penjelasan disusun dalam ilmu alam serta meliputi pula pembahasan mengenai logika itu sendiri.
Dalam arti luas, logika juga dapat dipakai untuk menyebut tiga cabang filsafat sekaligus, seperti pernah dilakukan oleh Piper dan Ward berikut ini :
a.       Asas paling umum mengenai pembentukan pengertian, inferensi, dan tatanan
(logika formal atau logika simbolis)
b.      Sifat dasar dan syarat pengetahuan, terutama hubungan antara budi dengan objek yang diketahui, ukuran kebenaran, dan kaidah – kaidah pembuktian (epistomologi)
c.       Metode – metode untuk mendapatkan pengetahuan dalam penyelidikan ilmiah (metodologi)
2.      Logika Deduktif dan Logika Induktif
Logika deduktif adalah ragam logika yang mepelajari asas – asas penalaran yang bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkan kesimpulan sebagai keharusan dari pangkal pikirnya sehingga bersifat betl menurut bentuknya saja.  Dalam loika jenis ini yang terutama ditelaah, yaitu bentuk dari bekerjanya akal, keruntutannya, serta kesesuaiannya dengan langkah – langkah dan aturan yang berlaku sehingga penalaran yang terjadi adalah tepat dan sah.
Logika induktif merupakan suatu ragam logika yang mempelajari asas penalaran yang betul dari sejumlah sesuatu yang khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi.  Penalaran yang demikian ini digolongkan sebagai induksi.  Induksi adalh bentuk penalaran atau penyimpulan yang berdasarkan pengamatan terhadap sejumlah kecil hal, atau anggota sesuatu himpunan, untuk tiba pada suatu kesimpulan yang diharapkan berlaku umum untuk semua hal, atau seluruh anggota himpunan itu, tetapi yang kesimpulan sesungguhnya hanya bersifat boleh jadi saja.
3.      Logika Formal dan Logika Material
Mellone menyatakan bahwa logika deduktif disebut juga logika formal.  Sedangkan logika induktif kadang – kadang disebut logika material.  Pernyataan ini tidak sepenuhnya tepat karena menurut Fisk, logika formal hanyalah suatu bagian dari logika deduktif, yakni bagian yang bertalian dengan perbincangan – perbincangan yang sah menurut bentuknya bukan meinurut isinya. (The Liang Gie, 1980)
Logika formal mempelajari asas, aturan atau hukum – hukum berfikir yang harus ditaati, agar orang dapat berfikir dengan benar dan mencapai kebenaran.  Logika material mempelajari langsung pekerjaan akal, serta menilai hasil – hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis yang sesungguhnya.  Logika material mempelajari sumber – sumber dan asalnya pengetahuan, alat – alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya merumuskan metode ilmu pengetahuan itu.
Logika formal dinamakan orang dengan logika minor, sedangkan logika material dinamakan orang logika mayor.  Apa yang sekarang disebut logika formal adalah ilmu yang mengandung kumpulan kaidah – kaidah cara berpikir untuk mencapai kebenaran.
4.      Logika Murni dan Logika Terapan
Menurut Leonard, logika murni (pure logic) adalah ilmu tentang efek terhadap arti dari pernyataan dan sebagai akibatnya terhadap kesahan dari pembuktian tentang semua bagian dan segi dari pernyataan dan pembuktian kecuali arti – arti tertentuu dari istilah yang termuat di dalamnya (The Liang Gie, 1980)
Logika murni merupakan suatu pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yang berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam sesuatu cabang ilmu dari istilah yang dipakai dalam pernyataan dimaksud.
Logika trepan adalah pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap cabang ilmu, bidang filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang mempergunakan bahasa sehari – hari. Apabila sesuatu ilmu mengenakan asas dan aturan logika bagi istilah dan ungkapan yang mempunyai pengertian khusus dalam bidangnya sendiri, ilmu tersebut sebenarnya telah mempergunakan sesuatu logika terapan dari ilmu yang bersangkutan, seperti logika ilmu hayat bagi biologi dan logika sosiologi bagi sosiologi.
5.      Logika Filsafati dan Logika Matematika
Logika filsafati dapat digolongkan sebagai suatu ragam atau bagian logika yang masih berhubungan erat dengan pembahasan dalam bidang filsafat, misalnya logika kewajiban dengan etika atau logika arti dengan metafisika.  Adapun logika matematik merupakan suatu ragam logika yang menelaah penalaran yang benar dengan menggunakan metode matematik serta bentuk lambing yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna ganda atau kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa. (The Liang Gie dan Suhartoyo Hardjosatoto, dan Endang Daruni Asdi, 1980, hlm. 35 – 46).

Terdapat macam-macam logika dilihat dari kriteria tertentu,
1.       Dilihat dari segi kemampuan untuk berlogika
·    Logika kodratiah
Logika kodratiah adalah kemampuan berlogika yang sudah ada pada setiap manusia  sebagai makhluk yang berakal budi. Tanpa belajar logika setiap orang sudah memiliki kemampuan berlogika kodratiah.
Akal budi dapat bekerja menurut hukum – hukum logika dengan cara yang spontan.  Tetapi dalam hal – hal yang sulit baik akal budinya maupun seluruh diri manusia dapat dan nyatanya dipengaruhi oleh keinginan – keinginan dan kecenderungan kecenderungan yang subyektif.  Selain itu baik manusia sendiri maupun perkembangan pengetahuannya sangat terbatas. (Lanur : 1983)


·         Logika ilmiah
Logika ilmiah adalah kemampuan berlogika yang didapatkan dengan belajar secara khusus. Contohnya seperti dengan membaca buku, maka mendapatkan kemampuan logika ilmiah.
Logika ini membantu logika kodratiah.  Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi.  Berkat pertolongan logika ini dapatlah akal budi bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman.  Dengan demikian kesesatan juga dapat dihindarkan atau, paling tidak, dikurangi.  (Lanur : 1983).
2.          Dilihat dari sejarah dan penggunaan lambang atau simbol
·         Logika klasik / tradisional
Logika yang diperkenalkan oleh Aristoteles pada sekitar abad ke-5 sebelum masehi; menggunakanlambang bahasa; disebut juga logika aristotelian atau logika tradisional.
·         Logika modern
Logika yang dikembangkan di zaman modern oleh tokoh-tokoh seperti A. de Morgan (1809-1871), George Boole (1815-1864), Bertrand Russel (1872-1970); menggunakan lambang non bahasa. Logika ini menerapkan prinsip-prinsip matematika pada logika modern; sering disebut juga logika matematika atau logika simbolik.
3.       Dilihat dari segi bentuk dan isi argumen
·         Logika formal (bentuk)
Logika formal adalah logika yang membahas kebenaransebuah argumen dilihat dari segi bentuk. Kebenaran bentuk adalah kebenaran yang dimiliki sebuah argumen.
·         Logika material(isi)
Logika material adalah logika yang membahas kebenaran sebuah argumen dilihat dari segi isinya Sebuah argumen dinyatakan benar dari segi isi jika pernyataan yang terdapat dalam argumen sesuai dengan kenyataan.
4.             Dilihat dari segi cara menarik kesimpulan
Louis Kattsoff, seorang pengarang buku pengantar filsafat menulis bahwa logika terbagi dalam dua cabang pokok –induktif dan deduktif.

·         Logika induktif
Logika induktif adalah bentuk penalaran yang berdasarkan kebenaran-kebenaran tunggal yang ditarik menjadi satu kesimpulan umum, biasa dikenal sebagai metode induktif.
Contoh : Ibu pulang dari pasar membeli salak pondoh, saya makan dan rasanya enak. Teman yang membesuk saat saya sakit membawa salak pondoh dan saya makan, rasanya enak. Maka saya tarik kesimpulan bahwa semua salak pondoh rasanya enak.
·         Logika deduktif
Logika deduktif adalah suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang bersifat deduktif, yaitu penalaran yang berdasarkan kebenaran umum (atau yang sudah ada) ditarik satu kesimpulan untuk hal yang khusus (kebenaran baru).
Contoh : Saya tahu bahwa semua salak pondoh enak. Di supermarket saya menemukan salak pondoh. Kesimpulannya salak yang dijual di supermarket itu pasti enak.

--oo00oo--




Referensi :
1.      Lanur, Alex. 1983. Logika Selayang Pandang. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
2.      Rapar, Jan Hendrik. 1996. Pengantar Logika : Asas – Asas Penalaran Sistematis. Yogyakarta : Kanisius
3.      Surajiyo, Sugeng Astanto dan Sri Andini. 2006. Dasar – Dasar Logika. Jakarta : Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar