A. Sejarah Logika
Awal lahirnya logika tidak dapat
dilepaskan dari upaya para ahli pikir Yunani.
Mereka berusaha menganalisis kaidah – kaidah berpikir dan menghindari
terjadinya kesalahan dalam membuat kesimpulan.
Ahli pikir yang memelopori perkembangan logika sejak awal lahirnya
adalah Aristoteles (384 – 322 SM). Karya
– karya beliau bukan saja di bidang logika, namun juga di pelbagai ilmu, baik
ilmu alam maupun ilmu social.
Perkembangan logika setelah masa Aristoteles banyak dilanjutkan oleh
para muridnya, diantaranya Theoprastus dan Porphyrius.
Theopratus adalah pemimpin aliran
peripatetic (warisan gurunya) yang telah menyumbangkan pemikiran tentang
pengertian yang mungkin (yaitu pengertian yang tidak mengandung kontradiksi
dalam dirinya) dan sifat asasi dari setiap kesimpulan (harus mengikuti unsure
terlemah dalam pangkal pikir).
Adapun Phorphyrius adalah seorang
ahli pikir dari Iskandariah yang amat terkenal dalam bidang logika. Yang telah menambahkan satu bagian baru dalam
pelajaran baru dalam logika, yang dinamakan eisagoge. Dalam pelajaran ini dibahas lingkungan zat
dan sifat di dalam alam yang sering disebut klasifikasi. Pada masa beliau, logika telah berkembang ke
pelbagai wilayah, seperti Athena, Antiokia, Iskandariah, dan Roma.
Di samping jasa para muridnya
tersebut, perkembangan logika juga mengalami kendala. Pada tahun 325 M, di mana kaisar Konstantin bertahta,
telah berlangsung sidang gereja pertama di dunia, yaitu nicae yang dihadiri
para Bishop dan Patriach. Salah satu
keputusan yang diambil adalah membatasi pelajaran logika hanya sampai
perihermenias, sedangkan bagian – bagian lain dilarang. Sebagai dampak dari
pelarangan ini, muncul inisiatif dari seorang komentator, yaitu Boethius
(480-524 M) untuk menerjemahkan buku Logika dari bahasa Yunani (Greek) ke dalam
bahasa lain. Buku yang diterjemahkan
terseut adalah termasuk yang dilarang, sebagai konsekuensinya Boethius dijatuhi
hukuman mati. Sejak saat itulah
pelajaran logika di barat hampir selama seribu tahun juga mengalami kematian
pemikiran. (Surajiyo : 2006)
Sesungguhnya, sejak Thales (624 –
548)), filsuf Yunani pertama, meninggalkan segala dongeng, takhayul dan cerita
– cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia
alam semesta, sejak saat itulah ia meletakkan dasar – dasar berpikir logis.
Bahkan, ketika Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (prinsip atau
asas pertama) alam semesta, ia telah memperkenalkan logika induktif. Jika benar dugaan Aristoteles yang mengatakan
bahwa Thaless telah menarik kesimpulan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu,
misalnya air jiwa tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati), darah jiwa hewan
dan manusia, sedangkan uap dan es adalah air, maka penalaran induktif yang dilakukan
Thales adalah sebagai berikut :
Air adalah jiwa tumbuhan – tumbuhan
Air adalah jiwa hewan
Air adalah jiwa manusia
Air jugalah uap
Aip jugalah es
Jadi air adalah jiwa dari segala
sesuatu, yang berarti, air adalah alam semesta.
Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa sejak Thales, sang filsuf pertama itu, logika telah mulai
dikembangkan. Semua filsuf sesudah
Thales pun telah berperan serta dalam mengembangkan logika kendatipun istilah
logika itu sendiri belum dikenal. Filsuf yang pertama kali menjadikan logika
sebagai ilmu sebagai ilmu sehingga dapat disebut sebagai logica scientia ialah
Aristoteles. Namun Aristoteles sendiri
belum menggunakan istilah logika menjadi nama ilmu tersebut. (Rapar : 1996)
Inti logika Aristoteles ialah
Silogisme. Dan silogisme itulah yang
sesungguhnya merupakan penemuan murni Aristoteles dan yang terbesar dalam
logika. Theophrastus (370-288SM), murid Aristoteles yang menjadi
pemimpin pemimpin Lyceum, melanjutkan karya – karya Aristoteles, termasuk
bidang logika. Istilah logika pertama
kali digunakan oleh Zeno dari Citium (334-262 SM) pelopor kaum
Stoa. Kaum Stoa itulah yang
mengembangkan bentuk – bentuk argument disyungtif dan hipotesis. Puncak kejayaan kaum Stoa ialah ketika Chrysippus
(280-207 SM) menjadi pimpinan mereka (pemimpin ketiga dan yang terbesar)
sehingga lahirlah satu ungkapan yang mengatakan, “Tanpa Chrysippus, Stoa tidak
akan pernah ada”. Chrysippus
mengembangkan logika menjadi bentuk – bentuk penalaran yang sistematis. Kemudian dua orang dokter medis, Galenus
(130-200 M) dan Sextus Empiricus (sekitar 200 M), mengembangkan logika
dengan menerapkan metode geometri. Porphyries
(232-305), murid dan editor karya – karya tulis Plotinus, membuat suatu
pengantar (eisagoge) pada Categoriae Aristoteles. Eisagoge Porphyrius itu diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin oleh Boethius (480-524).
Sampai abad kedua belas atau ketiga
belas, karya – karya tulis di bidang logika yang masih digunakan ialah Categoriae
dan De interpretation Aristoteles serta Eisagoge Porphyrius. Pada abad ketiga belas sampai abad kelima
belas, tampillah logika modern dengan tokoh – tokohnya, antara lain Petrus
Hispanus (1210-1278), Roger Bacon (1214-1292), Raymundus Lullus (1232-1315),
dan William Ockham (1285-1349).
Kendatipun logika modern telah
dikembangkan, logika Aristoteles tetap digunakan dan dikembangkan secara
murni. Logika Aristoteles diteruskan
oleh Thomas Hobbes (1588-1679) dan John Locke (1632-1704). Francis Bacon (1561-1626)
mengembangkan logika induktif, sedangkan
Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716), George Boole
(1815-1864), John Venn (1834-1923), dan Gottlob Frege (1848-1925)
dikenal sebagai para pelopor logika simbolik.
Kemudian filsuf besar Amerika Serikat, Charles Sanders Peirce
(1839-1914) yang pernah mengajar logika di John Hopkins University, melengkapi
logika simbolik lewat karya tulisnya yang sangat banyak. Ia menafsirkan logika selaku teori umum
mengenai tanda (general theory of sign) dan melahirkan dalil yang
disebut dalil Peirce (Peirce’s law). Logika simbolik mencapai puncaknya
lewat karya bersama Alfred North Whitehead (1861-1947) dan Bertrand Arthur
William Russell (1872-1970) berjudul Principia Mathematica, berjumlah
tiga jilid dan ditulis pada tahun 1910-1913, logika simbolik diteruskan oleh
Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Rudolf Carnap (1891-1970), Kurt
Godel (1906-1978), dan lain – lain. (Rapar : 1996)
Perkembangan
logika tradisional menuju logika modern (simbolik) dapat dilihat pada table
sebagai berikut ini :
Era
|
Tahun
|
Tokoh
|
Peran
|
Logika
Tradisional
|
(624-548
SM)
|
Thales
|
Logika
sebagai dasar-dasar berpikir logis, logika induktif,
|
(382-322
SM)
|
Aristoteles
|
Logika
sebagai ilmu (silogisme),logika deduktif, to Organon
|
|
(370-288
SM)
|
Theophrastus
|
pemimpin
Lyceum, murid Aristoteles yang melanjutkan karya-karya Aristoteles, termasuk
bidang logika
|
|
(334-262
SM)
|
Zeno
|
Pelopor
kaum Stoa, penggunaan istilah logika pertama kali, kaum Stoa mengembangkan
bentuk-bentuk argument disyungtif dan hipotesis
|
|
(280-207
SM)
|
Chrysippus
|
Pemimpin
Stoa, mengembangkan logika menjadi bentuk-bentuk penalaran yang sistematis
|
|
(130-200
M)
(200 SM)
|
Galenus
dan
Sextus
Empiricus
|
Mengembangkan
logika dengan menerapkan metode geometri
|
|
(232-305
SM)
|
Porphyrius
|
Membuat suatu
pengantar (eisagoge) pada categoriae Aristoteles
|
|
Logika Modern
|
(1588-1679)
(1632-1704)
|
Thomas
Hobbes
John
Locke
|
Mengembangkan
logika Aristoteles dan digunakan secara murni
|
(1561-1626)
|
Francis
Bacon
|
Mengembangkan
logika induktif
|
|
(1646-1716)
(1815-1925)
(1834-1923)
(1848-1925)
|
Gottfried
Wilhelm Leibniz
George
Boole
John
Venn
Gottlob
frege
|
Pelopor
logika simbolik
|
B. Pembagian Logika
Dalam buku Dasar – Dasar Logika
(Surajiyo : 2006), Logika menurut The Liang Gie (1980) dapat digolongkan
menjadi lima macam, yaitu sebagai berikut :
1.
Logika Makna
Luas dan Logika Makna Sempit
Menurut
John C. Cooley, The Liang Gie membagi logika dalam arti yang luas dan dalam
dalam arti sempit. Dalam arti sempit,
istilah dimaksud dipakai searti dengan logika deduktif atau logika formal,
sedangkan dalam arti yang lebih luas, pemakaiannya mencakup kesimpulan dari pelbagai bukti dan
bagaimana system – system penjelasan disusun dalam ilmu alam serta meliputi
pula pembahasan mengenai logika itu sendiri.
Dalam
arti luas, logika juga dapat dipakai untuk menyebut tiga cabang filsafat
sekaligus, seperti pernah dilakukan oleh Piper dan Ward berikut ini :
a. Asas
paling umum mengenai pembentukan pengertian, inferensi, dan tatanan
(logika formal atau logika
simbolis)
b. Sifat
dasar dan syarat pengetahuan, terutama hubungan antara budi dengan objek yang
diketahui, ukuran kebenaran, dan kaidah – kaidah pembuktian (epistomologi)
c. Metode
– metode untuk mendapatkan pengetahuan dalam penyelidikan ilmiah (metodologi)
2.
Logika Deduktif
dan Logika Induktif
Logika
deduktif adalah ragam logika yang mepelajari asas – asas penalaran yang
bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkan kesimpulan sebagai
keharusan dari pangkal pikirnya sehingga bersifat betl menurut bentuknya
saja. Dalam loika jenis ini yang
terutama ditelaah, yaitu bentuk dari bekerjanya akal, keruntutannya, serta
kesesuaiannya dengan langkah – langkah dan aturan yang berlaku sehingga
penalaran yang terjadi adalah tepat dan sah.
Logika
induktif merupakan suatu ragam logika yang mempelajari asas penalaran yang
betul dari sejumlah sesuatu yang khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang
bersifat boleh jadi. Penalaran yang
demikian ini digolongkan sebagai induksi.
Induksi adalh bentuk penalaran atau penyimpulan yang berdasarkan pengamatan
terhadap sejumlah kecil hal, atau anggota sesuatu himpunan, untuk tiba pada
suatu kesimpulan yang diharapkan berlaku umum untuk semua hal, atau seluruh
anggota himpunan itu, tetapi yang kesimpulan sesungguhnya hanya bersifat boleh
jadi saja.
3.
Logika Formal
dan Logika Material
Mellone
menyatakan bahwa logika deduktif disebut juga logika formal. Sedangkan logika induktif kadang – kadang
disebut logika material. Pernyataan ini
tidak sepenuhnya tepat karena menurut Fisk, logika formal hanyalah suatu bagian
dari logika deduktif, yakni bagian yang bertalian dengan perbincangan –
perbincangan yang sah menurut bentuknya bukan meinurut isinya. (The Liang Gie,
1980)
Logika
formal mempelajari asas, aturan atau hukum – hukum berfikir yang harus ditaati,
agar orang dapat berfikir dengan benar dan mencapai kebenaran. Logika material mempelajari langsung
pekerjaan akal, serta menilai hasil – hasil logika formal dan mengujinya dengan
kenyataan praktis yang sesungguhnya.
Logika material mempelajari sumber – sumber dan asalnya pengetahuan,
alat – alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya merumuskan
metode ilmu pengetahuan itu.
Logika
formal dinamakan orang dengan logika minor, sedangkan logika material dinamakan
orang logika mayor. Apa yang sekarang
disebut logika formal adalah ilmu yang mengandung kumpulan kaidah – kaidah cara
berpikir untuk mencapai kebenaran.
4.
Logika Murni dan
Logika Terapan
Menurut
Leonard, logika murni (pure logic) adalah ilmu tentang efek terhadap arti dari
pernyataan dan sebagai akibatnya terhadap kesahan dari pembuktian tentang semua
bagian dan segi dari pernyataan dan pembuktian kecuali arti – arti tertentuu
dari istilah yang termuat di dalamnya (The Liang Gie, 1980)
Logika
murni merupakan suatu pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yang berlaku
umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan tanpa mempersoalkan arti khusus
dalam sesuatu cabang ilmu dari istilah yang dipakai dalam pernyataan dimaksud.
Logika
trepan adalah pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap cabang ilmu,
bidang filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang mempergunakan bahasa sehari –
hari. Apabila sesuatu ilmu mengenakan asas dan aturan logika bagi istilah dan
ungkapan yang mempunyai pengertian khusus dalam bidangnya sendiri, ilmu
tersebut sebenarnya telah mempergunakan sesuatu logika terapan dari ilmu yang
bersangkutan, seperti logika ilmu hayat bagi biologi dan logika sosiologi bagi
sosiologi.
5.
Logika Filsafati
dan Logika Matematika
Logika
filsafati dapat digolongkan sebagai suatu ragam atau bagian logika yang masih
berhubungan erat dengan pembahasan dalam bidang filsafat, misalnya logika
kewajiban dengan etika atau logika arti dengan metafisika. Adapun logika matematik merupakan suatu ragam
logika yang menelaah penalaran yang benar dengan menggunakan metode matematik
serta bentuk lambing yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna ganda
atau kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa. (The Liang Gie dan Suhartoyo
Hardjosatoto, dan Endang Daruni Asdi, 1980, hlm. 35 – 46).
Terdapat
macam-macam logika dilihat dari kriteria tertentu,
1.
Dilihat dari segi kemampuan untuk berlogika
·
Logika kodratiah
Logika kodratiah
adalah kemampuan berlogika yang sudah ada pada setiap manusia sebagai makhluk yang berakal budi. Tanpa
belajar logika setiap orang sudah memiliki kemampuan berlogika kodratiah.
Akal budi dapat
bekerja menurut hukum – hukum logika dengan cara yang spontan. Tetapi dalam hal – hal yang sulit baik akal
budinya maupun seluruh diri manusia dapat dan nyatanya dipengaruhi oleh
keinginan – keinginan dan kecenderungan kecenderungan yang subyektif. Selain itu baik manusia sendiri maupun
perkembangan pengetahuannya sangat terbatas. (Lanur : 1983)
·
Logika ilmiah
Logika ilmiah
adalah kemampuan berlogika yang didapatkan dengan belajar secara khusus.
Contohnya seperti dengan membaca buku, maka mendapatkan kemampuan logika ilmiah.
Logika ini
membantu logika kodratiah. Logika ilmiah
memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Berkat pertolongan logika ini dapatlah akal
budi bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Dengan demikian kesesatan juga dapat
dihindarkan atau, paling tidak, dikurangi.
(Lanur : 1983).
2.
Dilihat dari sejarah dan penggunaan lambang
atau simbol
·
Logika klasik / tradisional
Logika yang
diperkenalkan oleh Aristoteles pada sekitar abad ke-5 sebelum masehi;
menggunakanlambang bahasa; disebut juga logika aristotelian atau logika
tradisional.
·
Logika modern
Logika yang
dikembangkan di zaman modern oleh tokoh-tokoh seperti A. de Morgan (1809-1871),
George Boole (1815-1864), Bertrand Russel (1872-1970); menggunakan lambang non bahasa.
Logika ini menerapkan prinsip-prinsip matematika pada logika modern; sering
disebut juga logika matematika atau logika simbolik.
3.
Dilihat dari segi bentuk dan isi argumen
·
Logika formal (bentuk)
Logika formal
adalah logika yang membahas kebenaransebuah argumen dilihat dari segi bentuk.
Kebenaran bentuk adalah kebenaran yang dimiliki sebuah argumen.
·
Logika material(isi)
Logika material
adalah logika yang membahas kebenaran sebuah argumen dilihat dari segi isinya
Sebuah argumen dinyatakan benar dari segi isi jika pernyataan yang terdapat
dalam argumen sesuai dengan kenyataan.
4.
Dilihat dari segi cara menarik
kesimpulan
Louis Kattsoff,
seorang pengarang buku pengantar filsafat menulis bahwa logika terbagi dalam
dua cabang pokok –induktif dan deduktif.
·
Logika induktif
Logika induktif
adalah bentuk penalaran yang berdasarkan kebenaran-kebenaran tunggal yang
ditarik menjadi satu kesimpulan umum, biasa dikenal sebagai metode induktif.
Contoh : Ibu
pulang dari pasar membeli salak pondoh, saya makan dan rasanya enak. Teman yang
membesuk saat saya sakit membawa salak pondoh dan saya makan, rasanya enak.
Maka saya tarik kesimpulan bahwa semua salak pondoh rasanya enak.
·
Logika deduktif
Logika
deduktif adalah suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang
bersifat deduktif, yaitu penalaran yang berdasarkan kebenaran umum (atau yang
sudah ada) ditarik satu kesimpulan untuk hal yang khusus (kebenaran baru).
Contoh
: Saya tahu bahwa semua salak pondoh enak. Di supermarket saya menemukan salak
pondoh. Kesimpulannya salak yang dijual di supermarket itu pasti enak.
--oo00oo--
Referensi :
1. Lanur,
Alex. 1983. Logika Selayang Pandang. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
2. Rapar,
Jan Hendrik. 1996. Pengantar Logika : Asas – Asas Penalaran Sistematis.
Yogyakarta : Kanisius
3. Surajiyo,
Sugeng Astanto dan Sri Andini. 2006. Dasar – Dasar Logika. Jakarta : Bumi
Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar