MASYARAKAT MAJEMUK
A.
Pengertian Masyarakat Majemuk
1. Menurut Parsudi Suparlan bahwa Masyarakat majemuk
terbentuk dari dipersatukannya masyarakat – masyarakat suku bangsa oleh sistem
nasional yang biasa dilakukan secara paksa menjadi sebuah bangsa dalam wadah
nasional.
2. Menurut Dr. Nasikun, Masyarakat Majemuk adalah
suatu masyarakat dalam mana sistem nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan
sosial yang menjadi bagian – bagiannya adalah sedemikian rupa sehingga para
anggota masyarakat kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai suatu
keseluruhan, kurang memiliki homogenitas atau bahkan kurang memiliki dasar –
dasar untuk memahami satu sama lain.
3. Menurut Furnival, masyarakat majemuk merupakan
masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih komunitas (kelompok) yang secara
kultural dan ekonomi terpisah – pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang
berbeda – beda atau sama lainnya
B.
Karakteristik Masyarakat Majemuk
Menurut L. Van den Berghe
mengemukakan karakteristik masyarakat majemuk adalah :
1. Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk – bentuk
kelompok subkebudayaan yang berbeda satu sama dengan yang lain
2. Memiliki struktur sosial yang terbagi – bagi ke
dalam lembaga – lembaga yang bersifat nonkomplementer
3. Kurang mengembangkan konsensus diantara para
anggota – anggotanya terhadap nilai – nilai yang bersifat dasar
4. Secara relatif seringkali mengalami konflik di
antara kelompok yang satu dengan yang lain
5. Secara relatif, integrasi sosial tumbuh diatas
paksaan dan saling ketergantungan dalam bidang ekonomi
6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas
kelompok lain
C.
Faktor Kemajemukan Masyarakat
1. Faktor Horizontal, yang merupakan faktor – faktor
yang diterima seseorang sebagai warisan (ascribed-factors).
a) Etnis
b) Bahasa Daerah
c) Adat Istiadat / perilaku
d) Agama
e) Pakaian / makanan (budaya material)
2. Faktor Vertikal, yang merupakan faktor – faktor
yang lebih banyak diperoleh dari usahanya sendiri (achievement-factors)
a) Penghasilan
b) Pendidikan
c) Pemukiman
d) Pekerjaan
e) Kedudukan politis
D. Contok
Konflik yang Terjadi di Masyarakat Majemuk
Konflik dalam masyarakat majemuk yang akan saya contohkan adalah :
1. Masyarakat di Desa
Temanggal Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang, di umpamakan sebagai Masyarakat A
2. Masyarakat di Desa
Jogomulyo Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang, diumpamakan sebagai Masyarakat B
Konflik merupakan proses sosial yang pasti akan terjadi di tengah –
tengah masyarakat yang dinamis. Konflik
terjadi karena adanya perbedaan atau kesalahpahaman antara idividu atau
kelompok masyarakat yang lainnya.
Menurut Dahrendorf, konflik
dibedakan menjadi 4 macam yaitu :
1. Konflik antara atau dalam peran sosial
(intrapribadi), misalnya antara peranan – peranan dalam keluarga atau profesi.
2. Konflik antara kelompok – kelompok sosial (antar
keluarga, antar gank)
3. Konflik kelompok terorganisir dan tidak
terorganisir (polisi melawan masa)
4. Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang
saudara)

1.
Faktor Horizontal
a. Konflik Adat Istiadat atau Perilaku
Dengan pola pikir masyarakat yang berkembang lebih maju, segala
kegiatan dalam masyarakat akan mereka rubah menjadi lebih efektif dan efisien.
Contoh yang terjadi di masyarakat A, hajatan tahlilan saat ada orang meninggal,
yang dahulu dilaksanakan selama 7 hari, sekarang hanya jadi 3 hari dan
tergantung kemampuan masyarakatnya. Yang dahulu jika pemberian makan dalam
bentuk siap saji, sekarang menjadi bahan mentah. Masa peralihan antara kebiasan yang lama
dengan kebiasaan yang baru, maka akan terjadi perbedaan pendapat dan
pandangan. Namun seiring berjalannya
waktu kebudayaan baru tersebut mulai diterima dan dilakukan oleh masyarakat.
2.
Faktor Vertikal
a. Konflik Penghasilan
Masalah keuangan yang terjadi di masyarakat A yaitu mengenai Penggunaan
anggaran Kas Desa. Anggaran kas desa yang didapatkan salah satunya dari
Jimpitan yang merupakan dana swadaya masyarakat, dikumpulkan dari warga,
dikelola oleh warga untuk kesejahteraan warga itu sendiri. Jimpitan ini pada zaman sekarang berupa uang
yang sengaja diletakkan didepan rumah yang kemudian akan diambil oleh petugas
ronda, dikumpulkan sebagai kas desa dan digunakan untuk kepentingan warga. Yang menjadi konflik dalam hal ini yaitu
penggunaan kas desa tersebut. Di
masyarakat A, kas desa salah satunya dimanfaatkan untuk pembelian barang pecah
belah serta peralatan dan perlengkapan yang biasanya digunakan untuk acara hajatan. Namun ada saja warga yang komplain atau tidak
setuju dengan penggunan dana tersebut, sehingga menjadikan saling cekcok mulut
antar warga.
b. Konflik Pekerjaan
Yang menjadi konflik di Masyarakat A dalam faktor pekerjaan yaitu,
sebagian warga hanya sebagai pekerja musiman, yang pelaksanaannya tegantung
pada musim atau cuaca tertentu. Warga
masyarakat A pada musim tertentu bekerja sebagai buruh yaitu bekerja di kebun
tebu di daerah kota untuk memanen. Namun
ketika musim tebu sudah berakhir, mereka menjadi penggangguran atau hanya
mencari sambilan – sambilan pekerjaan di kampung.
c. Konflik Pendidikan
Tingkat Pendidikan di Dusun Masyarakat A sebagian besar hanya lulusan
SMA sederajat walaupun tetap ada yang memiliki lulusan perguruan tinggi, namun
bahkan ada yang hanya lulusan SD. Warga
yang memiliki tingkat pendidikan rendah, tidak mempunyai pengetahuan yang
lebih. Bisanya mereka hanya meniru dan
coba – coba atau bahkan mereka sering terpengaruh dengan tindakan yang buruk
atau salah pergaulan. Sebagai contoh di
Masyarakat A ada kelompok pemuda yang dianggap salah pergaulan. Kelompok tersebut sering mabuk – mabukan
dengan minum minuman keras oplosan. Hal
tersebut tentunya membuat warga umumnya terutama para orang tua menjadi
khawatir anak mereka terpengaruh dan ikut
ikutan minum minuman keras. Oleh
karena itu para orang tua melarang anak mereka bergaul dengan kelompok
tersebut. Pemuda yang lainpun enggan untuk bermain dengan mereka. Hal tersebut yang biasanya membuat saling adu
mulut dengan berkata – kata yang kurang baik.
Tentunya ini menjadikan konflik dan membuat keadaan warga masyarakat A
menjadi sering tidak kondusif.
Suatu ketika, akibat dari menenggak minuman keras oplosan 12 warga
masyarakat di daerah tersebut yang salah satunya adalah seorang warga di
Masyarakat A tewas dan 5 lainnya kritis.
Awal mulanya sejumlah orang menenggak minuman oplosan itu hari Sabtu
(4/10). Kemudian hari esoknya sejumlah
orang menenggak miras oplosan yang sama.
Sejak hari Minggu (5/10), satu persatu orang yang menenggak minuman
keras oplosan tersebut tumbang dan meninggal dunia. Lima orang meninggal pada hari minggu
termasuk 1 orang warga Masyarakat A. Hari berikutnya, Senin (6/10) menyusul 3
orang. Dan hari berikutnya lagi, Selasa
(7/10) 3 orang kembali meninggal.
Sementara itu pada hari Kamis (9/10) 1 orang meninggal, dan tercatat 12
orang meninggal dalam waktu 5 hari akibat minumam keras oplosan. Dengan kejadian seperti itu, warga masyarakat
A sangat mewanti – wanti anak mereka jangan sampai salah bergaul dan memberikan
pengertian betapa minuman keras yang sering disebut “banyu setan” itu benar –
benar merugikan.

1. Faktor Horisontal
a. Konflik Agama
Konflik yang ditimbulkan dari faktor agama merupakan faktor yang
riskan. Sebagian besar warga masyarakat B menganut agama muslim, namun ada juga
beberapa warga yang menganut agama non muslim.
Adanya sikap tertutup dan saling curiga antaragama, itulah hal yang berpotensi
menimbulkan konflik. Kegiatan yang
dijalankan oleh suatu agama dianggap sebagai sebuah ancaman bagi agama lain. Kemudian contoh lain yang terjadi di
masyarakat B yaitu konflik yang terjadi antara NU dan Muhammadiyah mengenai
penetapan hari raya.
b. Konflik Adat istiadat atau perilaku
Perubahan dalam masyarakat saat ini terjadi dikarenakan tingkat
pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka dapatkan akan membuat
perilaku baru ataupun adat istiadat terutama pada generasi baru. Contohnya dengan
adanya teknologi komunikasi yang sangat canggih seperti penggunaan handphone
dan internet yang membuat pengawasan orang tua tidak bisa terkontrol maka
terjadi perbedaan cara pandang dan perubahan perilaku mereka. Hal itu lah yang
menjadikan konflik.
2.
Faktor Vertikal
a. Konflik Penghasilan
Faktor ekonomi di wilayah masyarakat B, masih sangat berpengaruh besar
dari hasil pertanian. Bagi petani yang
mempunyai lahan dan modal yang besar, akan menghasilkan hasil bumi atau hasil
pertanian yang melimpah. Berbeda dengan
mereka yang tidak mempunyai lahan pertanian.
Sehingga mereka hanya menjadi buruh petani yang hasilnya hanya dari upah
dia bekerja. Selisih pendapatan antara petani dan buruh ini yang membuat
tingkat ekonomi dalam masyarakat menjadi perbedaan yang besar sehingga
menimbulkan kesenjangan sosial.
b. Konflik Pekerjaan
Wilayah Kecamatan tempuran merupakan wilayah kawasan industri, jadi
tidak heran kalau sebagian besar warga masyarakat B bekerja sebagai buruh pabrik. Namun yang menjadi konflik adalah adanya
karyawan tetap dan karyawan kontrak.
Para karyawan kontrak merasa iri dengan karyawan tetap karena mereka
bekerja dengan tanggung jawab yang sama namun mendapatkan fasilitas yang
berbeda. Sehingga mereka menuntut untuk
mendapatkan posisi atau hak yang sama.
c. Konflik Pendidikan
Tingkat pendidikan di masyarakat B, dipengaruhi oleh tingkat
perekonomiannya. Bagi seorang buruh,
anak mereka hanya bisa bersekolah sampai SMA atau banhkan hanya Sekolah Dasar. Sedangkan bagi mereka yang secara ekonomi mampu,
anak mereka bisa bersekolah sampai perguruan tinggi. Dari perbedaan tingkat pendidikan ini, pola
pikir dan kesempatan dalam mereka berkarir atau memanfaatkan peluang tentunya
sangat berbeda.
E.
Potensi Konflik di Masyarakat Majemuk
Dari penjelasan konflik yang terjadi di dua masyarakat di atas, dapat
diketahui bahwa masyarakat A yang menjadi faktor penentu konflik adalah faktor
Horizontal yaitu pada adat istiadat atau perilaku dan faktor vertikal yaitu
pada penghasilan, pekerjaan dan pendidikan.
Sedangkan untuk masyarakat B, yang memicu timbulnya konflik adalah dari
faktor Horizontal yaitu adat istiadat atau perilaku dan juga agama, sedangkan faktor
Vertikalnya yang meliputi, Penghasilan, Pekerjaan dan pendidikan. dari uraian tersebut, bisa kita hitung tingkat
intensitas terjadinya potensi konflik di masing – masing masyarakat yaitu
sebagai berikut :
Nama Desa
|
Faktor vertikal dan Horizontal
|
Angka Komulatif
|
Desa
Temanggal (Masyarakat A)
|
3 x 1
|
3
|
Desa
Jogomulyo (Masyarakat B)
|
3 x 2
|
6
|
F.
Indikator dalam Menggambarkan Intensitas Konflik
Charles Lewis Taylor dan Michael C. Hudson membuat beberapa indikator
dalam menggambarkan intensitas konflik yang terjadi dalam masyarakat
Indonesia. Indikator – indikator
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Demonstrasi, yaitu sejumlah orang yang dengan
tidak menggunakan kekerasan kemudian mengorganisasi diri untuk melakukan protes
terhadap suatu rezim, pemerintah atau pimpinan.
2. Kerusuhan, pada dasarnya sama dengan demonstrasi,
namun disertai dengan penggunaan kekerasan fisik yang biasanya diikuti dengan
pengerusakan – pengerusakan barang oleh pelaku kerusuhan.
3. Serangan bersenjata (armed attack), yaitu suatu
tindakan kekerasan yang dilakukan oleh suatu kelompok berkepentingan dengan
maksud melemahkan atau menghancurkan kekuasaan dari kelompok lain.
4. Akibat dari Armed Attack, kerusuhan dan
demonstrasi yaitu jumlah kematian akibat kekerasan politik.
Ø
Berdasarkan
indikator diatas, konflik yang terjadi di Masyarakat A dan B masuk dalam
indikator pertama yaitu Demonstrasi karena tidak ada kekerasan dalam konflik
tersebut dan hanya terjadi kesalahpahaman dan perbedaan pendapat.
G.
Intensitas Konflik dan Proposisi Intensitas Konflik
Intensitas konflik lebih merujuk pada besarnya energi yang dikeluarkan
dan tingkat keterlibatan partisipan dalam konflik. Menurut Surbakti (1992 : 156 – 158),
intensitas konflik ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu :
1. Pertentangan antara pihak – pihak yang yang
berkonflik yang mencaku pelbagai jenis
2. Terdapat kelas yang dominan dalam industri
3. Pihak yang berkonflik menilai tidak mungkin
terjadi peningkatan status bagi dirinya.
4. Besar kecilnya sumber – sumber yang diperebutkan
dan tingkat resiko yang timbul dari konflik tersebut. Semakin besar sumber – sumber yang
diperebutkan maka konflik akan semakin intens.
Demikian pula dengan resiko.
Semakin besar tingkt resiko yang akan ditimbulkan maka konflik akan akan
semakin intens.
Coser (Soerjono Soekanto, 1988:94) mengungkapkan proposisi intensitas
konflik sebagai berikut :
1. Semakin disadarinya kondisi yang menyebabkan
pecahnya konflik maka konflik semakin intens
2. Semakin besar keterlibatan emosional pihak – pihak
dalam konflik maka konflik semakin intens
3. Semakin ketat struktur sosial maka tidak
tersedianya alat yang melembaga untuk menyerap konflik dan ketegangan, konflik
semakin intens
4. Semakin besar perlawanan keleompok – kelompok di dalam
konflik terhadap kepentingan objektif mereka maka konflik semakin intens.
Ø
Berdasarkan
faktor Intensitas konflik dan proposisi intensitas konflik diatas, konflik yang
terjadi di Masyarakat A dan B merupakan konflik yang tidak intens.
H.
Saran untuk mengatasi konflik
Ø
Saran
berdasarkkan konflik yang terjadi di Masyarakat A yaitu :
1. Rujuk, yaitu merupakan suatu usaha pendekatan dan
hasrat untuk kerja sama dan menjalani hubungan yang lebih baik, demi
kepentingan bersama. Hal yang perlu dilakukan yaitu dengan mengumpulkan semua
warga dalam forum pertemuan untuk musyawarah kesepakatan untuk memutuskan
pemanfaatan penggunaan kas desa.
2. Persuasi yaitu usaha mengubah posisi pihak lain,
dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti fuktual serta
dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan norma dan
standar keadilan yang berlaku.
Dengan fakta kejadian yang sudah terjadi, para orang tua memberikan kasih
sayang dan perhatian yang lebih kepada anak
- anak mereka juga memantau pergaulan anak – anak mereka jangan sampai
salah pergaulan dan melakukan hal – hal yang tidak diinginkan.
3. Menanamkan sikap saling tenggang rasa dan saling
menghormati.
Ø
Saran
berdasarkkan konflik yang terjadi di Masyarakat B yaitu :
1. Mengembangkan sikap toleransi terhadap agama lain
dan saling menghormati terhadap perbedaan pendapat dalam agama.
2. Menanamkan sikap rasa kepekaan terhadap perubahan
– perubahan yang terjadi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam masyarakat, sehingga dapat menerima perbedaan pendapat yang
terjadi.
3. Perubahan sistem pendidikan dengan memasukkan
kebudayaan kearifan lokal dalam sistem pendidikan sehingga dapat menumbuhkan rasa
cinta terhadapa budaya dan menjaga budaya tetap lestari sebagai kekayaan
masyarakat.
--o00o--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar